Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ustadz, bagaiman tata cara pembayaran fidyah terkait tidak mampu nya saudara atau orang tua mereka di dalam menjalankan ibadah puasa? Siapa saja yang berhak meng qodlo puasa dengan atau tanpa fidyah?

Dan untuk ibu yang meninggalkan puasa karena sedang hamil ataupun menyusui, manakah yang dikerjakan? Membayar fidyah saja, atau meng qodlo puasa, atau keduanya (membayar fidyah + qodlo puasa)?

Apakah fidyah untuk hutang puasa tahun sebelumnya harus dibayarkan sebelum Ramadhan datang? Dan apakah suami bisa membayarkan fidyah untuk istrinya, atau seorang anak membayar fidyah untuk ibu/bapaknya?

Jazakumullah atas jawabannya, Ustadz.

 

Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Hamba Allah

 


Wa ‘alaikum salam warahmatullah wabarakatuh,

Saudaraku yang semoga dirahmati Allah SWT dan selalu diberikan istiqomah.

 

Islam merupakan syariat yang mudah dan mempermudah bagi urusan setiap manusia dan hamba Allah SWT di dalam ibadah mereka kepada Allah SWT karena pada hakekatnya Allah SWT cinta dengan yang mudah, sebagaimana yang difirmankan oleh-Nya.

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Qs. Al Baqarah: 185)

Para ulama menjelaskan tentang golongan-golongan yang diberikan keringanan oleh syariat untuk tidak berpuasa, yaitu:

  • Orang tua yang sudah tidak kuat melaksanakan puasa
  • Musafir
  • Hamil dan menyusui
  • Haidl dan nifas

Yang mengqodlo adalah musafir dan orang yang haidl dan orang yang sakit yang masih diharapkan bisa untuk sembuh, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat yang tertera diatas yaitu Qs. Al Baqarah: 185. Tata cara mengqodlo adalah tidak harus berurutan tetapi boleh dipisah-pisahkan sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas dan disampaikan Abu Hurairah (Atsar Bukhory 4/189, Abdur RazaqDarulquthni Ibnu Abi Syaibah dan Irwaul Gholil 4/95).

Orang tua yang sudah tidak mampu melaksanakan puasa, maka bagi mereka membayarkan fidyah yang diberikan kepada orang yang miskin, sebagaimana yang telah disampaikan dari Ibnu Abbas bahwa orang yang sudah renta yang tidak mampu berpuasa maka baginya membayarkan fidyahnya sebagaimana dikatakan dalam Atsar dari Bukhory (4505) dan juga keterangan dari Atsar dari Muadz bin Jabal beliau mengatakan bahwa menetapkan fidyah bagi orang yang sudah renta yang tidak mampu berpuasa (Atsar dari Abu Dawud dalam sunanya 507 dan Baihaqi dalam sunannya 4/200).

Tentang Rukhshoh yang diberikan untuk ibu yang tengah hamil atau menyusui, terjadi perbedaaan diantara para ulama, karena dalam dunia fiqih selalu terdapat perbedaaan diantara para ulama dengan dalil-dalil yang ada.

Sebelumnya dalil yang menerangkan keringanan bagi yang hamil dan menyusui adalah, Allah SWT memberikan keringanan separuh sholat dan puasa bagi musafir dan hamil serta menyusui.” (Ahmad 4/347 dengan derajat hadits Hasan Tirmidzi 715, an Nasai 4/180, Abu Dawud 1408)

Dan para ulama mengatakan:

  • Menggantinya dengan fidyah dan mengqodlonya di hari yang lain sebagaimana dikatakan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, dan sebagian syafiiyaah (pengikut Imam Syafii), Apabila dia kkhwatir terhadap dirinya maka dia memberi makan dan menggantinya di hari yang lain.” (lihat Al Majmu' 6/258)
  • Menggantinya dengan hari yang lain (qodlo) sebagaimana dikatakan oleh Imam Al Auzai', Ats Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsaur karena mereka menganalogikan orang yang hamil dan menyusui sebagaimana yang melakukan perjalanan (lihat kitab Al Jami fi Ahkami Nisa' 2/395).
  • Cukup dengan menggantinya dengan fidyah yang dibayarkan kepada orang miskin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan madzhabnya Ibnu Ishaq dan inilah pilihan pendapat dari Syaikh Nasirudin Al Bany.

Abu Malik Kamal dalam kitabnya Shohih Fiqhis Sunnah juz 2/127 menyampaikan bahwa, yang lebih kuat adalah pendapat yang menerangkan bahwa bagi yang hamil dan menyusui cukup dengan memberikan makanan kepada orang yang miskin, karena pendapat ini didasarkan perkataan Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dan tidak ada sahabat yang menyelisihinya.

Fidyah artinya memberikan makan kepada orang miskin atas ganti puasa yang tidak mampu dilaksanakan (lihat Tafsir Al Qurthubi 1/288). Dan ukuran fidyah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas adalah setengah sho' dari biji gandum (sekitar 2 liter beras - lihat kitab Nailul Author 4/315) yang diberikan kepada orang miskin. Sedangkan ukuran satu sho’ adalah sekitar 2,5-3 kg. Jika kita ambil satu sho’ adalah 3 kg (sebagai kehati-hatian) berarti ukuran fidyah setengah sho’ adalah 1,5 kg.

Bila shaum yang ditinggalkan adalah selama 5 hari, maka membayar fidyah untuk 5 orang fakir/miskin dalam sekali pemberian sehingga perorangnya mendapat jatah 1,5 kg. Atau, bisa juga diberikan kepada 1 orang fakir/miskin sebanyak 5 kali sehingga total ia mendapat 7,5 kg. Fidyah ini sendiri pemberiannya bisa mentah, atau telah dimasak selama tidak mengurangi ukuran mentahnya.

Pembayaran yang tepat dalam fidyah adalah dilakukan mana kala seseorang tidak mampu shoum pada hari tersebut, atau boleh juga dikumpulkan dan diberikan kepada fakir/miskin di akhir Ramadhon. Dalam pembayaran fidyah sebaiknya tidak ditunda-tunda karena hal itu adalah merupakan kewajiban. Dan seorang suami boleh membayarkan fidyah untuk istrinya, atau seorang anak boleh membayar fidyah untuk ibu/bapaknya. 

Demikian penjelasannya. Tentunya tidak menutup kemungkinan untuk perbedaaan dari para ulama, dan disini menerangkan secara global. Semoga dapat menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua.

 

Wallahu a’lam. 

Barokallah fikum.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita kepada ilmu yang benar.

 

 

Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Oemar Mita, Lc. & Tim Syameela

Kembali